Selasa, 30 Oktober 2012

Berita!

Pendidikan Berkarakter

Pembangunan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Serentak dengan laju pembangunan, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi perubahan
sikap terhadap nilai-nilai yang sudah ada. Sehingga terjadi pula pergeseran sistem nilai
yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia dengan masyarakatnya, baik yang
menyangkut bidang material (lahiriah) maupun yang bertalian dengan bidang mental (batin).
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, tidak luput dari perubahan-perubahan tersebut.
Misalnya, persoalan budaya dan karakter bangsa menjadi sorotan tajam masyarakat atau menjadi isu sentral dewasa ini, yang menyedot perhatian, pemikiran dan keperihatinan banyak orang di negeri ini.
Pada dasarnya, yang dipersoalkan adalah menyangkut semakin memudarnya nilai-nilai budaya dan karakter dalam kehidupan bermasyarakat (lihat Kemendiknas, 2010 : 1, Kemendiknas, 2010 : 2). Persoalan-persoalan
yang belum dapat terselesaikan itu, bahkan ada kecenderungan semakin melebar, menyebabkan pemerintah mencoba menggagas solusinya serta membangun kembali jati diri dan karakter bangsa yang sesungguhnya.
Gagasan itu mulai dikembangkan pada tahun 2010. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, menjadi tema besar dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Salah satu alternatif yang disodorkan adalah dengan mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa di satuan pendidikan. Sekolah memasukannya sebagai bagian integral dari kurikulum, dan
mengintegrasikannya ke dalam semua mata pelajaran serta dilaksanakan melalui proses pembelajaran secara aktif. Bukan sebagai pokok bahasan baru, nilai-nilai yang dikembangkan terintegrasi ke dalam silabus dan rencana program pembelajaran (RPP) yang sudah ada (Kemendiknas, 2010 : 11 – 22).
Berangkat dari ketentuan di atas, menarik untuk dikaji tentang implikasi pendidikan budaya dan karakter bangsa itu dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dimana IPS sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah, memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dalam mengembangkannya. Mengingat pula bahwa “mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat” (Depdiknas, 2006 : 1).
Pendidikan yang berlangsung di sekolah adalah suatu proses yang bertujuan. Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah pemanusiaan manusia muda” (Driyarkara, 1986 : 3). Tujuan ini tidaklah semata-mata mengarahkan pendidikan untuk mencetak wujud manusia yang hanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) atau memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi semata. Tetapi harus diimbangi oleh penguasaan dan kemampuan mengamalkan nilai-nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Percuma intelligence guotient cerdas, namun tidak diiringi emotional quotient dan spiritual quotient, maka bisa jadi anak tersebut akan mengggunakan kecerdasan otaknya untuk hal yang negatif.
Oleh karena itu, pembangunan dan pendidikan yang hanya bertumpu pada penguasaan iptek, tanpa diimbangi dengan nilai akan melahirkan generasi-generasi muda yang kering dengan nilai budaya dan terasing dari budayanya sendiri, serta kehilangan karakter bangsanya. “Pendekatan dan strategi pembangunan hendaknya menempatkan manusia sebagai pusat interaksi kegiatan pembangunan spiritual maupun material. Pembangunan
yang melihat manusia sebagai makhluk budaya, dan sebagai sumber daya dalam pembangunan. Hal itu berarti bahwa pembangunan seharusnya mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia. Menumbuhkan kepercayaan diri
sebagai bangsa. Menumbuhkan sikap hidup yang seimbang dan berkepribadian utuh. Memiliki moralitas serta integritas sosial yang tinggi. (kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar